Satu hari di akhir minggu sebulan yang lalu, salah seorang tim Rio’s Angels, mari kita sebut dia Bibi Titi Teliti Gajahwati, minta ketemuan sama gue. Berdua aja. Di telepon gue langsung nembak, “lo mo ngasih gue undangan kan?”
Dengan juteknya dia bilang gue sok tahu, tapi apa lagi memang. Rencana itu udah lama, cuma gue mencium dia menyimpan sesuatu karena nggak biasanya nih anak sok rahasiaan minta ketemu berdua gue doang tanpa ngajak Angels yang laen. Akhirnya, sambil ngupi-ngupi di Secret Recipe Plaza Indonesia, dia ngeluarin undangan pernikahannya dengan Paman Gembul Pasaribu, pacarnya dua tahun terakhir.
Dua tahun lalu, waktu Bibi Titi Teliti Gajahwati mulai beroman-romanan sama si Paman Gembul Pasaribu, gue udah coba ngingetin. Bukan apa-apa, beda agama getoh lho. Tapi tahu sendiri kan kalo orang lagi jatuh cinta, bukan mata aja yang buta (buat seseorang yang mengetahui bahwa walau aku juga buta tapi tetap objektif, errr... terima kasih), kuping juga budek. Buat gue, kawin beda agama itu cuma cari masalah (Gue nggak bakal bahas karena itu bisa jadi cerita sepuluh halaman). Tapi apa lacur, cinta mereka tambah lengket kayak plastik dibakar. Nggak mungkin dipisahin, kemana-mana selalu berdua.
Gue tahu keluarga Bibi Titi Teliti Gajahwati memberi syarat Paman Gembul Pasaribu harus masuk Islam kalau mau menikahi pujaan hatinya yang tinggi besar itu. Ternyata, Paman Gembul Pasaribu—mudah-mudahan karena dari dasar hati—akhirnya pindah agama dan menganut agama Islam. Sampe sini latar belakang kisah cinta kedua makhluk berbadan besar itu yang perlu gue paparin biar lo bisa ngikutin cerita selanjutnya.
Dan sore itu, setelah basa-basi dan pesan makan minum, dia pun mulai curhat permasalahannya. Dan apa yang bakal disampein Miss Lady Elephant sore itu di Secret Recipe bakal bikin gue syok.
“Tapi Yo,” katanya sok imut sambil nyomot cheesecake di piring gue (Secara dia lagi diet jadi nggak mau makan kue getoh). “Nggak ada satu pun keluarga Paman Gembul Pasaribu yang tahu soal pernikahan ini.”
“APA???” gue nganga selebar-lebarnya, secara sebenernya gue juga udah sering nganga tanpa disengaja, cuman selama ini nganga itu menimbulkan efek seksi ala model-model kalo difoto buat iklan lipstik. Kali ini gue lupain keseksian nganga gue dan gue buka mulut gue selebar-lebarnya sangking gue nggak sanggup menahan kesyokan gue.
“Gila lo! Gimana mungkin lo nyimpen rahasia segede gini dari keluarganya! Lo sarap ya!” Lho kok gue yang emosi jiwa begini?
“Rencananya, kalo udah merid baru nanti dibilangin pelan-pelan,” Ratu Jutek itu membela diri. “Soalnya kalo dikasih tahu, ibunya pasti nggak setuju! (bapak Paman Gembul Pasaribu udah meninggal, red) Dia Batak, cowok, bungsu, kakaknya udah merid semua, dengan pariban semua pula! Ibunya keras, nggak bakalan setuju, ngomong ke kakak-kakaknya juga percuma deh.”
“Lo udah coba?”
“Udah, gue pernah dateng ke rumahnya terus dikenalin sebagai teman. Belom-belom nyokapnya ngomong gini, ‘eh, tak ada kau pacaran sama anakku ya. Kau Jawa, beda agama pula. Semua anakku kawin sama paribannya, tak kukasih dia kawin biar sama Batak yang bukan paribannya.’ Coba? Gue mesti gimana?” Dengan berapi-api Bibi Titi Teliti Gajahwati membela diri.
“Tapi lo udah pikirin kalo lakiku lo pindah dari rumah alasannya apa? Terus kalo dicari gimana?” gue masih coba cari celah.
“Dia bakal bilang ke ibunya kalo dia dipindahin kerja ke luar kota,” jawabnya kalem.
Gue punya segudang argumentasi tapi gue nggak bisa banyak berkata apa-apa sore itu. Udah dua jam kita ngobrol dan sebentar lagi Paman Gembul Pasaribu akan menjemput kekasihnya ini. Gue hanya kagum dan salut sama keberanian perempuan yang satu ini, yang gue nggak sangka bisa segitu bujubune alamakjan makdikipe romantisnya. Nggak nyangka ini anak bisa sekeras dan seberani itu ngelawan dan ngedobrak begitu banyak aturan, siap menghadapi seribu kemungkinan termasuk dibuang keluarga. Gue cuma diam aja, dan ngedoain mereka dalam hati.
Ya Allah, hamba tahu hamba jarang berdoa, tapi sekali ini hamba mohon beri mereka kesempatan membuktikan cinta mereka.
Buka hati orang-orang di sekitar mereka karena orang-orang seperti mereka membuat hamba percaya kalo masih ada cinta yang begitu dahsyatnya sehingga mampu membuat orang melawan segala aral melintang.
Cinta mereka membuat hamba percaya akan hidup karena apatah makna hidup bila bukan berjuang segenap peluh.Hingga cucuran keringat dihentikan takdir-Mu.
Cinta yang sedemikian hebat sehingga orang bisa hidup dalam dunianya sendiri dan tak mempedulikan orang di luar dunia kecil mereka.Membutakan, menulikan.
Membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Membaikkan yang buruk dan memburukkan yang baik.
Mengacaukan nilai, mengaburkan arti, merancukan makna.
Karena cinta itu datang dari-Mu, hanya Kau yang dapat memeliharanya dan mencabutnya.
Kau telah pelihara cinta mereka sejauh ini,jangan cabut begitu saja.
Kasihani mereka.
Andai saja, cinta sedahsyat itu dipersembahkan untuk-Mu.
No comments:
Post a Comment