Wednesday, April 27, 2005

Dongeng sebelum tidur

Waktu keponakan gue - Fauzan - masih balita, dia termasuk anak nggak bisa diam dan sering baru bisa tidur larut malam. Nggak seperti Iqbal, adiknya, yang biasanya udah tidur dengan nyenyak sejak jam delapan, paling telat jam sembilan malam. Secara ibu-bapaknya mesti kerja dan bangun pagi keesokan hari, maka mereka jarang tahan melek lama-lama setelah menidurkan Fauzan. Buntut-buntutnya, setelah Fauzan naik tempat tidur dan berdoa, mereka bakal ketiduran sebelum Fauzan benar-benar terlelap. Dan Fauzan akan bangun dari tempat tidurnya dan keluar kamar.

Kalo Fauzan lagi kena serangan insomnia, dan ini sering, gue termasuk orang yang paling sering menemani dia sampe dia bener-bener mengantuk dan tertidur. Di ruang tengah, kita nonton tv, tepatnya gue nonton tv dan dia ngegangguin dengan seribu satu pertanyaan. Kalo nggak, dia akan minta gue menggambar ikan dan dinosaurus dan dia yang akan mewarnainya dengan krayon.

Selain menggambar dan membacakan buku, dia juga sering minta gue mendongeng. Di rumah, selain gue, yang suka mendongeng buat Fauzan cuman bokap dan nyokap gue. Kakak gue nggak kelewat imajinatif buat ngedongeng. Dia paling bacain buku cerita atau majalah Bobo sebagai pengantar anaknya tidur. Kakak ipar gue juga podo wae. Gue nggak pernah dengar dia mendongeng buat anak-anaknya.

Sementara bokap dan nyokap gue emang suka mendongeng buat anak-anak mereka dulu waktu gue masih kecil. Dongengan mereka adalah dongeng klasik seperti cerita-cerita si Kancil. Dan sampe ke cucu, dongeng itu juga yang sering diceritain sebagai pengantar Fauzan tidur.

Tapi errr... masa gue harus mendongeng cerita yang sama buat keponakan gue? Aduh... nggak gue banget! Gue harus bedain, gue bakal bikin twist dari cerita yang udah kelewat sering dia dengar dari bokap dan nyokap gue. Jadi, mau nggak mau, di satu malam ketika Fauzan meminta gue mendongeng sambil berbaring di samping gue di atas karpet di ruang tengah, gue pun mulai berkisah.

Ada seekor bebek yang ingin menyeberang sungai, tapi di sungai itu banyak buaya

Tiba-tiba lengan kaos gue ditarik-tarik Fauzan sambil berkata, "Oom, kok bebek sih yang ketemu buaya. Kalo kakek cerita, kan kancil yang..."

"Hmmm... kancilnya udah disate sama Pak Tani, tinggal bebek!" jawab gue nyolot. Ini anak, kecil-kecil udah berani protes ya.

"Kan bebek kan bego, gimana mau nipu buaya" kata keponakan gue nggak mau kalah.

Wah, benar-benar ini anak, dapet darah ngotot dari mana sih. Heran gue! Perasaan gue nggak gitu deh.

"Kata siapa?" kata gue sambil mengelus dada menahan sabar dari keinginan untuk njewer keponakan gue yang nggak ngantuk-ngantuk ini. "Besok minta kakek dongengin si kancil ya, malam ini ceritanya tentang BEBEK!"

Gue pun lanjutin cerita gue.

... Satu hari si bebek nakal itu mendapat akal untuk dapat menyeberang sungai....

"Lho Oom," protes Fauzan. "Kan bebek bisa terbang, kenapa nggak terbang aja?"

Aduh, Fauzan, udah jam satu pagi gitu lho. Oom udah ngantuk, tapi kamu masih secerewet burung nurinya Trio Detektif (masih ingat teman-teman;)?). Untung bapaknya baek dan sering minjamin mobilnya ke adek-adek iparnya. Apalagi dia juga dengan kesadaran sering mengisi bensin sampe penuh setiap pulang kerja hari Jumat yang membuat gue selalu mengintai itu mobil buat bergaul (ya nggak, Pe;)?).

Dengan mengingat hadiah dipinjamin mobil weekend nanti, gue pun menabahkan diri ngadepin keponakan gue tersayang. Kalo nggak, gue udah bangunin deh abang ipar gue itu biar dia aja yang nidurin anaknya.

"Sungainya lebar, bebeknya nggak kuat terbang jauh," jawab gue asal. Gue pun meneruskan dongeng gue hingga...

... Dan dengan alasan menghitung jumlah buaya di sungai, selamatlah si bebek sampai di seberang sungai.

Nggak sadar, sebelum dongeng gue selesai, Fauzan sudah terlelap. Jempol kirinya udah masuk mulut dan dikenyot. Gue ambil botol susu yang udah disiapin kakak gue dan gue tarik jempolnya dan gue masukkan dot botol susu itu. Sebentar, susu itu pun habis diminumnya. Jempol kirinya kembali masuk ke dalam mulut.

Jam satu lewat. Gue menatap keponakan gue yang terlelap. Dan entah kenapa, melihatnya tertidur membuat gue merasakan kedamaian. Nggak heran, banyak orang yang betah berlama-lama menyaksikan bayi tertidur dari balik kaca di rumah bersalin. Karena ketika mereka terlelap, bocah-bocah kecil itu menyebarkan aura ketenangan yang membuat semua orang akan bicara dengan berbisik dan berjalan dengan berjingkat. Anak kecil yang sedang tertidur adalah malaikat yang sedang mengumpulkan tenaga untuk menyebarkan kebahagiaan di kala terjaga. Kebahagiaan dan kedamaian, hanya itu yang mereka tahu dan itu semua yang mereka beri.

Gue mengangkat Fauzan dari atas karpet, menggendongnya dan membawanya ke dalam kamar. Gue baringkan dia di atas tempat tidurnya pelan-pelan. Dan sebelum keluar, gue cium kening Fauzan, dan berbisik.

"Ajak Oom bermain dalam mimpimu, ya."

komen blogdrive!

No comments:

Post a Comment