Tuesday, June 07, 2005

Pengajian (2/2)

"Terus kapan nih?" Pak Ustadz berkata sambil tersenyum dan mengambil sepotong semangka dari piring.

Gubraks! Kapan apaan? Walau gue tahu apa yang dimaksud, gue tetap menjawab dengan jawaban standar gue, "kapan apaan, Pak Ustadz?"

"Eh, kapan apaan lagi. Kapan nikah? Mumpung saya masih hidup nih; umur saya sekarang udah 64, udah dapet bonus satu tahun, jadi cepetan dong, Yo."

"Hehe...," seperti biasa, pertanyaan itu gue jawab dengan template yang sama, "Doain aja, Pak."

Gue pun buru-buru kabur dari ruangan itu dan pindah ke teras sambil ngobrol sama kakek, kakak dan abang ipar gue. Setengah jam kemudian, Pak Ustadz siap-siap pulang ke rumah diantar adek gue. Secara rumahnya dekat rumah gue, ya gue ikutan nebeng karena gue mau ambil majalah Premiere baru gue yang udah dikirim. Lagian, buat apa keluar duit buat bayar taksi lagi.

Tapi apa yang terjadi dua puluh menit ke depan akan menyiksa gue sehingga gue mending bayar Golden Bird kalo perlu dari pada harus nebeng mobil adek gue.

Karena, begitu pintu ditutup, dan mobil mulai jalan, seolah nggak sabar dan nggak puas, Pak Ustadz langsung buka mulut, "jadi saya tanya lagi nih, Yo, kapan?"

Gue hanya bisa nganga mendengarkan pertanyaan ini dan menyadari bahwa gue udah masuk ke dalam perangkap kepelitan gue sendiri! Hiks...

Dengan ketabahan Faradilla Sandy di film Ratapan Ibu Tiri, tapi nggak pake air mata yang mengalir seperti air zam-zam itu ya, gue menangkis pertanyaan Pak Ustadz dengan jawaban standar lagi, "saya sibuk, Pak."

"Wah, justru itu enaknya punya istri, Yok," katanya. "Orang laki (dia emang Betawi bo) capek pulang kerja, ada istri menunggu di rumah buat mijitin kita. Masya Allah, nikmat bener dah!"

"Hehe... kalo istrinya nggak mau, gimana, Pak Ustadz," gue coba ngeles.

"Nggak mungkin. Makanya kalo kita cari istri mesti cari yang solehah." Lah, bukannya gue diajarin kalo setiap orang dikasih pasangan yang sepadan. Gue begajulan begini masa ngarep dapet yang super solehah, sama aja kayak Mandra pengen ngawinin Tamara Bleszinky nggak sih?

Dan gue pun ngebayangin Mel, demi cita-cita menjadi istri yang solehah, setiap malam mijitin abang yang baru pulang kerja (hayoo, ngaku, pernah nggak lo:P?), sementara Adam maen drum dan Fira nonton DVD School of Rock untuk ke-1.512 kalinya;). Walau rasanya ada yang janggal dalam gambaran ini, tapi stralah, hihihi... (Amin, Mel, gue doain kok)

"Karena perempuan shalehah itu adalah sebaik-baiknya perhiasan," Pak Ustadz keukeuh ngelanjutin ceramahnya yang disambung beliau dengan melafalkan ayat-ayat Al Quran. "Wablablabla... blablabla...." (maaf ya, gue nggak hafal ayatnya)

Duh, berasa dapet surat peringatan nih gue. Gue layangin pandangan keluar, dan ngitungin mobil yang lewat sambil berusaha menulikan kuping. Baru sampe Buaran, sepuluh menit lagi. Lama yaaaa...

"Dan jangan jadikan pekerjaan sebagai alasan, Yo," Pak Ustadz Murtadho melanjutkan. "Endeswa... endeswe... endebra... endebre..."

Gue udah nggak sanggup, kalo diterusin bisa-bisa gue lompat keluar mobil yang lagi jalan ini! Gue ambil hape dan gue sms seluruh dunia untuk meminta dukungan moral. Tapi apa daya, gue melupakan satu fakta bahwa teman-teman gue, yang nggak perlu gue sebutkan namanya satu per satu itu, adalah termasuk orang-orang yang berbahagia di atas PENDERITAAN orang lain. Dan gue ingetin ya, doa orang yang teraniaya itu makbul, huh! Untung gue orang yang sabar dan nggak tega ngedoain yang jelek-jelek, huh!

Tapi, seperti sms Ben yang bijak (carmuk sama calon tetangga, hihi...) "badai pasti berlalu," dua puluh menit kemudian, begitu adek gue meminggirkan mobilnya di pinggir jalan masuk ke kompleks perumahan gue, gue turun mobil, badai itu pun berlalu. Mobil adek gue melaju bersama ‘badai’ di dalamnya. Lega.

***

Senen pagi ini gue dapet sms dari Apang, sahabat SMA gue yang baru dapet anak kedua, "Yo, lo ada acara hari Sabtu siang?"

Gue jawab, "Buat lo, gue kosongin. Kekahan ya?"

Tapi gue kemudian menyadari sesuatu hal dan langsung nelepon Apang,"Eh, pake pengajian nggak ya?"

"Kenapa? Emang lo mau dateng?" Apang nggodain gue.

"Ya nggak laaaaaaaahhh... gue cuma mau dateng pas makan-makannya," jawab gue tegas.

"Kalo gitu dateng siang aja," jawab Apang pengertian.

Gue trauma.

Jangan menambah dosa dengan nulis komen yang bikin gue tambah trauma, seperti komen yang di blogdrive! Nulis yang manis-manis yuk. Klik yang di bawah! ;)

5 comments:

  1. hihihih Rio pindah ke blogspot..hihihihih

    Eh, bo'..tau dari mana elo gue suka mijitin Abang pulang kerja? :P
    Gue emang kagak ada tampang solehah gitu?

    Gue sih kalau mijitin Abang bukan gara2 solehah2 amat, tapi gara2 gue cinta mate :D
    Lagian gue betah kalau laki gue ngerasa gue tuh indispensable ;)

    Mel
    perempuan segala bisa, cuma gak bisa njait, nyulam, ngrajut, mbatik..etc :))

    ReplyDelete
  2. kalo pengajian gak pake ustad, ada gak ya ? :P

    ReplyDelete
  3. Anonymous7:58 PM

    tes tes...

    ReplyDelete
  4. A slightly out of topic commentary, but reading from a few posts of yours, you lead a really busy life indeed. Just like what you said to pak Ustadz. French lessons, moonlighting as a translator and still making time to attend religious preachings. God knows what else once I read more of your interesting posts. In conclusion, emang, gak usah kawin lah. Kalau mau dipijet tinggal ke Bersih Sehat aja. tinggal pilih mau sejam atau 2 jam..

    ReplyDelete
  5. Anonymous7:13 AM

    Enjoyed a lot!
    » »

    ReplyDelete