Delapan jam lagi dan gue akan meluncur ke kampong halaman orang tua gue yang sekarang, mau nggak mau, sejak orang tua gue mutusin jadi petani di kampung halamannya, mudik setiap Lebaran jadi acara wajib yang dulu, waktu mereka masih kerja di Jakarta, belom tentu dilakonin tiap tahun. Dan tahun ini, biar udah coba dirayu, Bokap nggak bisa ninggalin rumahnya dengan alasan gudang coklatnya lagi penuh. Nyokap yah seperti biasa tinggal manut bokap. Sementara gue yang dari awal puasa pengen balik naik pesawat terpaksa ngebatalin niat secara kakak ipar gue tercinta memutuskan buat balik naik mobil. Satu-satunya harapan adalah bila gue dan kakak gue sukses ngerayu bokap dan nyokap buat Lebaran di Jakarta aja. Setelah itu gagal, harapan tinggal kakak ipar gue ngebatalin rencana pergi dan gue bisa langsung cari tiket pesawat untuk pergi sendiri.
Tapi, hari Kamis minggu lalu, jam setengah tujuh pagi, hape gue bunyi dan ketika gue angkat terdengar suara kakak gue yang bilang, “Kita jadi berangkat hari Senin malam ya.”
“Hah?” gue masih ngelindur. “Oh, oke.”
Dan malam ini gue kembali bakal menempuh perjalanan ke Bonjol buat nemuin orang tua gue. Kali ini, adek gue Uly dan isterinya Dias, yang baru dapet momongan baru, nggak ikut. Sementara si Bontot Iky dan isterinya Ratna, juga nggak ikut karena mereka emang biasanya jaga gawang. Jadi yang berangkat adalah keluarga kakak gue: kakak ipar gue, Bang Eri, kakak gue, Rini dan empat bocah laki-laki, anak-anaknya yang lasak bin nggak bisa diam itu, Fauzan (11), Iqbal (9,5), Faiqal (3), dan Aydin (1,5), dan gue.
40 jam penuh tangisan, rengekan, bebauan tujuh rupa, tapi juga tawa, canda, peluk, cium.
Minal aidin wal faidzin, taqaballahu mina wa minkum.
Monday, October 31, 2005
Subscribe to:
Posts (Atom)